kesehatan

Dokter mata di Bali memperkenalkan teknologi baru untuk mengatasi kelainan refraksi

Denpasar (ANTARA) – Dokter spesialis mata di Denpasar, Bali, dr Cokorda Istri Dewiyani Pemayun memperkenalkan teknologi baru untuk mengatasi kelainan refraksi yaitu rabun jauh dan astigmatisma tanpa perlu menggunakan kacamata atau lensa kontak.

“Gangguan mata ini bisa ditangani dengan prosedur laser satu langkah yang bekerja dalam hitungan detik dengan total waktu pengoperasian lima hingga 10 menit untuk satu mata,” ujarnya di Denpasar, Bali, Sabtu.

Ia menjelaskan, teknologi tersebut bernama ekstraksi lentikula dengan sayatan kecil (SMILE) sekitar 2-4 milimeter menggunakan sinar laser dengan proses pemulihan yang relatif cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit.

Menurutnya, operasi minimal merupakan generasi penerus untuk memperbaiki kekurangan LASIK, yakni memerlukan prosedur dua langkah untuk mengatasi kelainan refraksi.

Ketua Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami) Provinsi Bali ini menambahkan, teknologi yang dihadirkan di klinik mata induk JEC Denpasar ini diharapkan dapat menjawab tantangan masyarakat saat ini terkait refraksi mata.

Ada juga kelainan mata, kata dia, seperti rabun jauh atau menyebabkan mata tidak bisa fokus pada suatu benda.

Misalnya pada rabun jauh, karena sumbu bola mata panjang, maka sinar yang masuk ke mata jatuh di depan retina.

Sedangkan pada mata plus, cahaya yang masuk ke mata jatuh di belakang retina dan mata berbentuk silinder. Cahaya masuk ke mata lalu menyebar sehingga objek tampak buram atau tidak fokus.

“Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengumumkan bahwa sekitar 50 persen individu diperkirakan mengalami rabun jauh atau astigmatisme akibat penggunaan gadget yang berlebihan (Gawai),” tambah konsultan mata sekaligus Direktur Klinik Mata JEC Denpasar ini.

Namun untuk teknologi ini pasien harus berusia di atas 18 tahun, tidak sedang hamil atau menyusui, tidak memiliki riwayat penyakit lain hingga ukuran minus 0,5 hingga 10 dan silinder hingga minus lima.

Baca juga: Siapapun Bisa Jadi Donor Kornea Asal Tidak Ada Riwayat Infeksi

Baca juga: Orang Tua Perlu Kenali Kelainan Mata Anak Sedini Mungkin

Pengunjung mendapatkan pemeriksaan kesehatan mata gratis di salah satu pusat perbelanjaan di Denpasar, Bali, Sabtu (12/10/2024) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna


Senada dengan Dewiyani Pemayun, dokter mata (konsultan) Dr Ni Luh Diah Pantjawati menambahkan, banyak anak yang menderita rabun jauh atau astigmatisme.

Untuk itu, ia mengimbau para orang tua untuk mengurangi penggunaan gawai pada anak.

Orang tua, lanjutnya, perlu mendorong anaknya untuk beraktivitas di luar ruangan, termasuk mengenal lingkungan sekitar, misalnya sawah, pantai, atau pemandangan hijau.

Jarak pandang yang aman dari gadget atau televisi juga ada, tambahnya, sekitar 30 sentimeter dari mata dengan durasi sesuai usia, yakni maksimal satu hingga dua jam setelah itu mata harus istirahat.

Begitu pula dengan membaca, Anda bisa menerapkan teknik 20:20 yaitu 20 menit menggendong, 20 detik istirahat dengan melihat sejauh 20 kaki atau sekitar enam meter.

“Gaya hidup mempengaruhinya. Untuk itu minimalkan penggunaan gadget dan perbanyak beraktivitas di luar ruangan dengan melihat pemandangan hijau ini untuk menjaga perkembangan motorik otot mata, ujarnya.

Baca juga: Dokter Anjurkan Skrining ROP untuk Deteksi Kelainan Mata pada Bayi Prematur

Baca juga: Dokter: Gula Darah yang Tidak Terkontrol Bisa Sebabkan Kelainan Retina

Baca juga: Prosedur Lasik hanya untuk usia di atas 18 tahun

Reporter : Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024

ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press

Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button