Inilah perbedaan UMR, UMP dan UMK
Jakarta (ANTARA) – Istilah UMR, UMP, dan UMK tentu sudah tidak asing lagi bagi seseorang yang sudah memasuki dunia kerja. Ketiga istilah ini mempunyai perbedaan masing-masing yang akan dibahas pada artikel kali ini.
Dalam suatu pekerjaan, setiap orang berhak menerima pembayaran dalam bentuk upah yang biasanya bersifat materi atau uang.
UMR, UMP dan UMK pada umumnya mempunyai perhitungan dan kenaikan yang dipengaruhi oleh inflasi, pertumbuhan ekonomi, rata-rata konsumsi per kapita, dan jumlah penduduk yang bekerja.
Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk setiap daerah yang berhak menerima pekerja. Upah ini kemudian dibagi menjadi Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Istilah ini sebelumnya juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Regional (UMR).
Baca juga: Daftar UMP 2025 di Sejumlah Provinsi di Indonesia
Lantas, apa perbedaan ketiga istilah upah tersebut? Baca selengkapnya di bawah ini.
1. Upah Minimum Regional (UMR)
Istilah ini sebelumnya digunakan untuk menyebut upah minimum yang berlaku di tingkat provinsi, termasuk kabupaten/kota di dalamnya.
Penetapan UMR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 1 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor 226 Tahun 2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 21 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor Per-01/men/1999 tentang Upah Minimum
Aturan tersebut menjelaskan, UMR ditetapkan oleh gubernur untuk menjadi acuan pendapat pekerja di wilayahnya. Namun pada dasarnya sejak peraturan diubah, sistem pengupahan UMR secara tidak langsung tidak lagi berlaku.
Meskipun istilah ini tidak lagi digunakan untuk menyebut upah minimum yang diterima pekerja di suatu daerah. Namun istilah UMR masih sering digunakan oleh sebagian besar masyarakat untuk menyebut upah atau gaji minimum yang diterima.
UMR kini digantikan dengan istilah UMP untuk tingkat I (Provinsi) dan UMK untuk tingkat II (Kabupaten/Kota).
Baca juga: Pemprov: UMP Jateng 2025 Rp 2.169.349
2. Upah Minimum Provinsi (UMP)
Istilah ini berlaku sesuai dengan namanya, yaitu sebagai standar upah minimum yang diterima pekerja di setiap provinsi di Indonesia.
Setiap provinsi memiliki besaran upah nominal yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti standar hidup, perbedaan sumber daya, kinerja, dan struktur perekonomian.
Penetapan UMP dilakukan dengan menggunakan rumus yang meliputi penghitungan inflasi tahun berjalan dan PDB triwulan III dan IV tahun berjalan.
3. Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)
Sebagai turunan dari UMP, UMK atau Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah nominal upah minimum yang diterima pekerja dan penerapannya berlaku di setiap kabupaten/kota melalui pengajuan yang dilakukan oleh walikota atau bupati untuk ditetapkan oleh gubernur.
Hal ini berdasarkan Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 tentang penghitungan nilai UMK yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten atau Kota untuk diserahkan kepada bupati atau walikota sebelum direkomendasikan kepada gubernur. .
Baca juga: Rincian UMK dan UMP Jatim 2025 yang Naik 6,5 Persen
Pasal 16 ayat (4) menjelaskan, apabila hasil penetapan UMK lebih rendah dari UMP, maka walikota atau bupati tidak dapat merekomendasikannya kepada gubernur. Oleh karena itu, gubernur berwenang menetapkan UMK apabila UMK tidak sesuai dengan rumus perhitungan yang telah ditentukan.
Secara umum faktor yang mempengaruhi kenaikan UMP dan UMK berdasarkan Pasal 25 ayat (2) PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan adalah kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
UMP dan UMK secara umum memiliki perhitungan dan kenaikan yang sama, karena dipengaruhi oleh inflasi, pertumbuhan ekonomi, rata-rata konsumsi per kapita, dan jumlah penduduk yang bekerja.
Kewajiban membayar upah sesuai UMP/UMK yang berlaku
Penetapan Upah Minimum Regional (UMR), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Provinsi (UMP) juga harus dipatuhi oleh perusahaan dalam memberikan gaji kepada karyawannya. Apabila suatu perusahaan tidak mematuhi peraturan tersebut, maka dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana atau denda.
Baca juga: UMP Jabar 2025 Naik 6,5 Persen, Berikut Detailnya
Namun ada kemungkinan beberapa perusahaan tidak mampu menggaji karyawannya sesuai standar UMK atau UMP yang berlaku. Dalam kasus seperti ini, perusahaan harus mengajukan penangguhan kepada gubernur setempat.
Permohonan penangguhan tersebut akan ditinjau oleh gubernur yang berhak menyetujui atau menolak permohonan tersebut. Jika disetujui, gubernur akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) khusus bagi perusahaan tersebut.
Perusahaan wajib menaati ketentuan nominal yang tercantum dalam keputusan tersebut, karena jika tidak dilakukan juga akan menimbulkan sanksi.
Pada prinsipnya upah minimum dapat dinegosiasikan melalui kesepakatan antara pelamar pekerjaan dan pemberi kerja. Namun upah yang disepakati tidak boleh lebih rendah dari batas minimum yang ditentukan pemerintah.
Perjanjian kerja yang menetapkan upah di bawah UMP dianggap batal demi hukum. Apabila pegawai merasa menerima gaji yang tidak sesuai dengan ketentuan UMK atau UMP, maka pegawai tersebut dapat menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Baca juga: Daftar 10 Provinsi dengan UMP Tertinggi 2025, Jakarta Pimpin!
Proses penyelesaian perselisihan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan karyawan meliputi:
- Perundingan bipartit yaitu perundingan antara perwakilan pekerja dan perusahaan untuk mencapai kesepakatan secara musyawarah.
- Apabila dalam jangka waktu 30 hari tidak tercapai kesepakatan maka dapat dilanjutkan perundingan tripartit yaitu perundingan antara pekerja, perusahaan dan mediator dari Dinas Ketenagakerjaan. Pada tahap ini, pegawai perlu memberikan bukti nyata, termasuk bukti bahwa perundingan bipartit telah dilakukan namun tidak berhasil.
- Apabila konsultasi tripartit masih belum membuahkan hasil yang memuaskan, langkah terakhir adalah melalui proses hukum di Pengadilan Hubungan Industrial. Penyelesaiannya akan dilakukan melalui konferensi sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Demikian penjelasan perbedaan UMR, UMK dan UMP.
Baca juga: Wamenaker Himbau Sejumlah Provinsi Segera Umumkan UMP 2025
Baca juga: UMP DKI Jakarta 2025 Naik 6,5 Persen, Ini Penjelasannya
Reporter: Raihan Fadilah
Redaktur: Suryanto
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred