Gangguan jiwa dan lingkungan yang tidak aman memicu kekerasan pada anak
Jakarta (ANTARA) – Psikolog Klinis Forensik Universitas Indonesia (UI) Kasandra Putranto menyoroti masalah gangguan kesehatan jiwa dan tinggal di lingkungan yang tidak aman dapat memicu fenomena kekerasan pada anak.
Fenomena kekerasan terhadap anak di Indonesia semakin meningkat karena beberapa faktor, antara lain permasalahan dan gangguan kesehatan jiwa pelakunya, kata Kasandra saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Kasandra mengatakan, banyak pelaku kekerasan terhadap anak yang cenderung memiliki masalah bahkan gangguan kesehatan mental. Hal ini dapat menyebabkan mereka tidak mampu mengelola emosi dan perilakunya sehingga berpotensi melakukan kekerasan.
Fenomena kekerasan terhadap anak yang terdapat di masyarakat juga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Individu yang pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanaknya mungkin akan mengulangi pola yang sama pada anak-anaknya, sehingga menciptakan siklus kekerasan yang sulit diputus.
Baca juga: Tips Orang Tua Kelola Emosi Agar Cegah Kekerasan pada Anak
Baca juga: Psikolog Sebut Hukuman Fisik Tak Relevan untuk Anak Kecil Saat Ini
“Kemudian karena meningkatnya tekanan ekonomi, terutama di masa sulit seperti pandemi, dapat menimbulkan stres yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. “Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar dapat memicu frustrasi dan agresi,” ujarnya.
Menurut Kasandra, penyebab lain yang menjadi pemicu fenomena tersebut adalah rendahnya kesadaran orang tua mengenai dampak negatif hukuman kekerasan juga turut berkontribusi terhadap fenomena tersebut.
“Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa tindakan kekerasan dapat berdampak jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak,” ujarnya.
Sementara terkait lingkungan yang tidak aman, Kasandra mengatakan banyak anak yang merasa tidak aman di rumahnya sendiri, dan kekerasan kerap dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, termasuk anggota keluarga. Hal ini menimbulkan trauma mendalam dan berdampak pada kesehatan mental anak.
Agar kasus tersebut tidak semakin meluas, Kasandra meminta pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak anak dan pentingnya perlindungan anak melalui kampanye dan program edukasi yang melibatkan sekolah, komunitas, dan media.
Pemerintah juga diminta meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan dan sosial, untuk memastikan keluarga, terutama yang berada dalam kondisi ekonomi sulit, memiliki akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan dukungan sosial yang memadai.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan pelatihan kepada orang tua dan pengasuh tentang cara mendidik dan mengasuh anak dengan baik, serta menghindari kekerasan dalam pola asuh.
Ia meyakini kekerasan terhadap anak juga dapat diatasi dengan mendorong terbentuknya kelompok pendukung di tingkat masyarakat yang dapat membantu keluarga mengatasi permasalahan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, seperti permasalahan ekonomi atau kesehatan mental.
“Penting juga untuk memastikan pelaku kekerasan terhadap anak dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk memberikan efek jera dan menegakkan keadilan bagi korban.
Pemerintah juga harus memperkuat peran lembaga seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Badan Perlindungan Anak (BPA) dalam memantau dan melakukan intervensi terhadap kasus kekerasan anak, kata Kasandra.
Saran lain yang diberikannya adalah mengembangkan program intervensi dini untuk mengidentifikasi dan membantu anak-anak yang berisiko mengalami kekerasan atau penelantaran, menggalakkan kampanye anti kekerasan, berkolaborasi dengan organisasi sosial masyarakat (LSM) dan melakukan pemantauan dan evaluasi.
Baca juga: Jangan anggap remeh, pahami bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak dan dampaknya
Baca juga: Orang Tua Diminta Lindungi Anak dari Ancaman Kekerasan Seksual
Reporter: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2025
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred