AI dapat merevolusi bisnis di Indonesia, mendorong pertumbuhan: ahli
Jakarta (ANTARA) – Ketika dunia usaha di Indonesia dan Asia Tenggara terus menghadapi tantangan ekonomi, kecerdasan buatan (AI) menghadirkan solusi yang menjanjikan untuk meningkatkan efisiensi dan mendorong pertumbuhan, kata seorang pakar.
Pavel Yurovitsky, CEO KIT Global, sebuah agen pemasaran digital, menyoroti bahwa di dunia yang ditandai dengan ketidakpastian ekonomi dan perilaku konsumen yang terus berubah, dunia usaha di Indonesia semakin beralih ke AI untuk mengubah strategi pemasaran digital mereka.
“Lanskap ekonomi mendorong dunia usaha untuk menemukan solusi yang hemat biaya,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu.
Pergeseran teknologi ini menyederhanakan operasi dan mendorong pertumbuhan dan inovasi yang signifikan, tambahnya.
“AI membantu bisnis memberikan hasil tanpa mengeluarkan uang berlebihan,” kata Yurovitsky, yang kliennya mengurangi rasio biaya-pendapatan hingga 30 persen dengan menggunakan AI dalam penargetan dan optimalisasi konten.
Studi kasus baru-baru ini menunjukkan potensi besar pemasaran berbasis AI, dengan beberapa bisnis melaporkan peningkatan lalu lintas situs web sebesar 547 kali lipat dan peningkatan tingkat konversi sebesar 50 persen, kata agensi tersebut.
Contoh lainnya adalah merek ritel besar di Indonesia yang berhasil memanfaatkan AI untuk mengoptimalkan kampanye periklanannya, sehingga mencapai penghematan biaya yang signifikan tanpa mengorbankan jangkauan pelanggan.
Yurovitsky menggarisbawahi pentingnya personalisasi real-time, yang dapat difasilitasi oleh AI dengan menyesuaikan strategi pemasaran dengan preferensi masing-masing pelanggan.
Namun berdasarkan penelitian timnya, Yurovitsky mencatat adopsi AI di Indonesia masih dalam tahap percobaan.
“Meskipun Laporan MMA Indonesia menunjukkan bahwa dunia usaha di Indonesia yakin dengan potensi AI, namun mereka masih ragu karena adanya beberapa tantangan,” ujarnya.
Salah satu kendala utama adalah sulitnya memilih alat yang tepat karena kurangnya pemahaman tentang penerapan AI. Selain itu, tingginya biaya solusi AI dan otomasi merupakan hambatan lain bagi banyak bisnis.
Untuk bisnis yang memulai dengan AI, Yurovitsky merekomendasikan untuk memulai dengan proyek skala kecil dan secara bertahap membangun kemampuan internal, dengan fokus pada metrik berbasis nilai daripada mengadopsi AI hanya untuk hal-hal baru.
Sementara itu, pemerintah Indonesia sangat ingin menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi AI.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan pada 28 September bahwa kontribusi AI terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai US$366 miliar pada tahun 2030.
“Sektor ini akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan,” ujarnya.
AI juga diharapkan dapat memberikan solusi bagi berbagai sektor di negara berkembang, antara lain pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, keuangan, dan ketenagakerjaan, tambahnya.
Selain itu, AI berpotensi meningkatkan produktivitas perekonomian melalui otomatisasi dan inovasi sehingga memungkinkan UMKM bersaing di era digital, ujarnya.
Namun, terbatasnya pendanaan dan pembangunan infrastruktur yang tidak merata, yang menghambat penetrasi internet yang penting bagi pertumbuhan AI, terus menimbulkan tantangan.
“Selain itu, kurangnya transfer pengetahuan dari negara-negara berkembang AI juga membatasi terbentuknya tata kelola AI yang efektif di suatu negara,” ujarnya.
Berita terkait: BRIN dan universitas Taiwan membahas interaksi manusia-AI
Berita terkait: Indonesia berupaya menjadi tujuan investasi AI: menteri
Wartawan : Aditya Eko Sigit Wicaksono
Redaktur: Anton Santoso
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred