Bahaya penggunaan jarum suntik dalam penularan HIV/AIDS
Jakarta (ANTARA) – Praktisi kesehatan masyarakat dr Ngabila Salama mengingatkan bahaya penggunaan jarum suntik tajam yang dikaitkan dengan penularan HIV/AIDS.
Kehati-hatian terhadap jarum suntik yang tajam dan yang tumpul sangat penting untuk mencegah penularan HIV/AIDS, karena HIV dapat menular melalui kontak langsung dengan darah yang terkontaminasi, kata Ngabila kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ngabila mengatakan, penularan HIV melalui hubungan seksual berisiko bila terjadi pertukaran cairan tubuh yang terinfeksi. Misalnya cairan tubuh berupa air mani, cairan vagina, cairan dubur, atau darah yang masuk ke tubuh pasangan melalui mukosa yaitu lapisan vagina, penis, anus, dan mulut atau luka terbuka.
Penularan lebih tinggi jika pasangan yang terinfeksi memiliki jumlah virus yang tinggi di dalam darahnya (viral load).
Baca juga: Departemen Kesehatan: Homoseksual Mendominasi Penularan HIV/AIDS di Babel
Penggunaan jarum suntik yang tajam seperti jarum suntik dapat meningkatkan risiko tertular HIV, terutama jika jarum suntik tersebut digunakan oleh pengguna narkotika suntik.
Risiko juga bisa datang dari jarum tajam yang tidak steril, misalnya yang digunakan dalam prosedur medis atau pembuatan tato.
“Jika jarum tajam tidak dibuang dengan benar, orang lain bisa tertular (tertular) jika membuang sampah atau menginjaknya,” kata Ngabila.
Menurut Ngabila, pencegahan bisa dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai. Alat suntik yang digunakan juga harus dipastikan steril sebelum digunakan.
Baca juga: Tiga Wanita Dikabarkan Tertular HIV Usai Lakukan Perawatan Wajah
Setiap individu tidak disarankan untuk berbagi jarum suntik, bahkan dengan orang yang tampak sehat.
“Buang jarum tajam pada wadah pembuangan khusus untuk menghindari kecelakaan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Ngabila menambahkan, penularan HIV/AIDS juga bisa terjadi melalui hubungan seksual berisiko. Contohnya adalah berhubungan seks tanpa kondom yang meningkatkan risiko penularan, terutama jika salah satu pasangannya tertular.
Hubungan seksual anal juga berisiko karena jaringan di rektum lebih rentan mengalami cedera dibandingkan jaringan di vagina.
Baca juga: Dinkes Denpasar Gandeng Dua LSM untuk Tekan Laju Penularan HIV AIDS
Jenis hubungan lain yang berisiko adalah sering berganti pasangan. Ngabila menjelaskan, dalam hubungan tersebut kemungkinan berinteraksi dengan seseorang yang mengidap HIV akan semakin besar, apalagi jika status HIV keduanya tidak diketahui.
“Melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang status HIV-nya tidak diketahui akan meningkatkan risiko, terutama jika sudah terlanjur tertular dan tidak menjalani terapi antiretroviral (ART),” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, luka atau Infeksi Menular Seksual (IMS) juga bisa menjadi pemicu penularan. Luka di area genital atau infeksi seperti sifilis, herpes, atau gonore dapat mempermudah virus masuk ke dalam tubuh, termasuk saat pasangan Anda sedang menstruasi.
Baca juga: Kemenkes: Hindari Perilaku Seksual Berisiko untuk Cegah Penularan Sifilis
Oleh karena itu, ia menganjurkan agar pasangan yang ingin melakukan hubungan seksual menggunakan kondom dengan benar. Kondom lateks atau poliuretan sangat efektif mencegah penularan HIV jika digunakan dengan benar setiap kali melakukan hubungan seksual.
Kemudian deteksi dini dapat dilakukan melalui tes HIV secara rutin, terutama jika Anda memiliki pasangan baru atau beberapa pasangan seksual. Sedangkan penderitanya bisa menjalani terapi antiretroviral (ART).
“Penularan HIV melalui hubungan seksual dapat dicegah dengan langkah sederhana namun konsisten. “Edukasi dan akses terhadap alat pencegahan seperti kondom dan Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP) sangat penting untuk melindungi diri Anda dan pasangan,” kata Ngabila.
Baca juga: Dokter: Hentikan stigma negatif terhadap pengidap HIV/AIDS
Reporter: Hreeloita Dharma Shanti
Redaktur : Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred