Bahaya yang mengintai jika penyakit pertusis tidak segera diobati
Jakarta (ANTARA) – Kepala Unit Koordinasi Infeksi Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Anggraini Alam Sp.A(K) mengatakan, penyakit pertusis yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan kelumpuhan saluran pernapasan sehingga batuk tidak mengeluarkan dahak akibat racun dari bakteri pertusis.
“Bakteri ini punya 5 toksin yang bisa menyebabkan saluran pernafasan kita menjadi lumpuh akibat toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut sehingga kita tidak bisa mengeluarkan dahak, kumannya tetap ada bahkan dahak yang dihasilkan pun banyak dan tidak bisa dikeluarkan,” ujar Anggraini dalam diskusi kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Batuk yang dicirikan dengan pertusis, kata Anggraini, bukanlah batuk ringan biasa dan terjadi selama berbulan-bulan atau dikenal dengan batuk 100 hari.
Baca juga: IDAI: Banyak Kasus Pertusis di Indonesia yang Tidak Tercatat
Gejala yang umum diderita bayi di bawah usia satu tahun biasanya batuk-batuk hingga muka memerah, dan pada kondisi yang parah dapat menyebabkan henti napas, pendarahan pada mata, infeksi paru-paru dan kejang akibat tekanan batuk yang terus-menerus.
Sayangnya, katanya, gejala dan diagnosis pertusis baru dapat diketahui setelah 3 minggu batuk terus-menerus, artinya sebagian besar penderita pertusis sudah memasuki stadium lanjut.
“Kalau batuknya seperti ini, demamnya tidak tinggi, bisa saja disertai pilek juga. Yang paling bahaya kalau batuknya lama dan biasanya di sela-sela batuk bisa muntah-muntah, maka tentu bagi yang sakit seperti ini, sudah terlambat,” katanya.
Baca juga: Meningkatkan cakupan imunisasi dapat menurunkan angka kejadian polio hingga tetanus
Anggraini menjelaskan setidaknya ada tiga tahap perkembangan penyakit pertusis, yakni tahap satu seperti batuk disertai flu biasa yang kerap tidak diwaspadai masyarakat, lalu memasuki tahap dua di mana batuk sudah memburuk hingga berbulan-bulan disertai muntah-muntah. Dan tahap penyembuhan yang biasanya juga berlangsung lama.
Pada tahap kedua, gejala pada anak biasanya terdiagnosa sebagai TBC atau alergi, dan dapat menyebabkan paru-paru tidak berkembang dengan baik. Batuk yang parah juga dapat menyebabkan patah tulang, hernia jika ada riwayat hernia dan anak menjadi kurang gizi.
Baca juga: Dinkes Sulsel terbitkan surat edaran tentang penyiapan antibiotik untuk kewaspadaan pertusis
“Sehingga bisa terjadi anak tidak mau makan, tidak mau minum, sehingga terjadi gizi buruk, pendarahan otak, kekurangan oksigen, bisa mengalami kejang, kerusakan otak, bahkan bisa terjadi kematian,” tutur Anggraini.
Anggraini mengatakan pengobatan terbaik untuk penyakit pertusis adalah segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan obat guna mengurangi racun dari bakteri pertusis. Obat tersebut digunakan untuk menekan penularan dan mengatasi batuk.
Ia juga mengingatkan untuk banyak minum air putih. Selain itu, segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut jika anak mengalami batuk yang tak kunjung sembuh untuk menegakkan diagnosis lebih dini.
Baca juga: IDAI: Revaksinasi Bisa Dilakukan Bagi Korban Vaksin Palsu
Reporter: Fitra Ashari
Editor: Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred