Bila kista bawaan dibiarkan tumbuh membesar, dapat menimbulkan komplikasi.
Jakarta (ANTARA) – Dokter spesialis bedah anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Kshetra Rinaldhy Sp.B Subsp.Ped(K) mengatakan, kista kongenital atau kista duktus koledokus yang dibiarkan membesar dapat menimbulkan komplikasi karena kista yang tersisa tidak dapat diangkat dengan baik.
“Kista yang tertinggal itu karena sudah terlalu besar menempel di usus halus, ke pembuluh darah, sehingga sulit dibersihkan semuanya sehingga ada bagian yang tertinggal, dan timbul keluhan ada yang berkembang menjadi kanker, walaupun jumlahnya sedikit,” kata Sherta dalam diskusi daring RSCM di Jakarta, Rabu.
Sherta mengatakan, kista yang sudah membesar membuat dokter kesulitan mengangkat seluruh bagian kista karena sudah melekat pada jaringan tubuh lain sehingga akhirnya menimbulkan komplikasi.
Walaupun sudah dilakukan tindakan operasi dengan cara memotong saluran empedu langsung menuju usus halus (bypass), namun akan menimbulkan beberapa masalah lain yaitu munculnya batu pada saluran bypass akibat adanya penyumbatan sebelumnya.
Baca juga: Mengenal Kista Saluran Empedu Umum, Penyebab Penyakit Kuning pada Bayi
Baca juga: Kista ginjal jinak, bukan kanker
Ia juga mengatakan, kista yang tidak terdeteksi sejak dini juga dapat mengakibatkan masalah kesehatan di masa dewasa karena kista duktus koledokus sebagian besar tidak menimbulkan gejala.
“Ini kelainan bawaan dan bisa tanpa gejala, gejalanya ada benjolan di lambung karena salurannya membesar, seiring bertambahnya usia anak bisa disertai penyakit kuning dan infeksi, kalau tidak ada infeksi, tidak menyadari ada benjolan dan tidak sakit kuning, bisa baru ketahuan saat dewasa, tapi kelainan itu sudah ada sejak lahir,” tutur Sherta.
Selain itu, Sherta mengatakan bilirubin dari darah yang seharusnya mengalir di saluran empedu dari hati ke usus dapat tersumbat karena kista terlalu besar sehingga sumbatan menumpuk di hati dan menyebabkan kerusakan hati. Bilirubin yang tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan otak dan menurunkan kesadaran pasien.
Kerusakan hati menyebabkan sirosis atau penyakit hati kronis dengan berbagai gejala seperti gagal hati, muncul cairan di perut, pendarahan di saluran pencernaan, pasien muntah darah, perut membesar, dan akhirnya harus dilakukan transplantasi hati di samping operasi pengangkatan kista.
“Bilirubin tinggi itu berbahaya bagi otak, ada ensefalopati (penyakit otak) sehingga kesadaran menurun, jadi biasanya bilirubin tinggi pada bayi baru lahir harus diturunkan dengan paparan cahaya atau sinar matahari, pada kista koledokus gejala yang muncul adalah kulit gatal, jadi penyakit itu harus dihilangkan,” ungkapnya.
Kista yang membesar seiring bertambahnya usia juga memerlukan tindakan pembedahan bertahap seperti mengecilkan perut yang membesar lalu mengangkat kista. Jika hati rusak, transplantasi hati harus dilakukan.
Pemberian obat pascaoperasi sebaiknya dilakukan secara rutin minimal setahun sekali untuk menghindari masalah pencernaan. Pasien yang menjalani transplantasi hati juga harus mengonsumsi obat seumur hidup untuk mengurangi risiko penolakan transplantasi hati donor.
Baca juga: Pakar: Perempuan Segala Usia Berisiko Terkena Kista Ovarium
Baca juga: Pakar: Penanganan Kista Ovarium Abnormal Perlu Pemeriksaan Khusus
Baca juga: Mitos dan Fakta Seputar PCOS yang Perlu Anda Ketahui
Reporter: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred