kesehatan

Dosis tinggi obat ADHD dikaitkan dengan risiko psikosis

Jakarta (ANTARA) – Para peneliti kini menemukan bahwa penggunaan obat ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder) dosis tinggi, terutama stimulan seperti amfetamin, dikaitkan dengan risiko mengalami psikosis atau mania lebih dari lima kali lipat.

Dikutip dari Medical Daily, Sabtu, ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi kemampuan untuk mempertahankan fokus, tetap tenang, dan mengatur impuls.

Gejala ADHD sering kali mengganggu aktivitas sehari-hari, prestasi akademis, dan interaksi sosial. Kondisi ini biasanya didiagnosis pada anak-anak, tetapi karena tidak ada pencegahan atau pengobatan, kondisi ini dapat berlanjut hingga dewasa dan manifestasinya berubah seiring bertambahnya usia.

Penanganannya melibatkan kombinasi terapi, pelatihan orang tua dalam pengelolaan perilaku, dan penggunaan obat stimulan dan nonstimulan.

Baca juga: Anak ADHD butuh terapi perilaku untuk cegah bullying

Penggunaan stimulan untuk pengobatan ADHD telah meningkat dalam dekade terakhir, terutama selama pandemi COVID-19.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan amfetamin dan meningkatnya risiko psikosis.

Dalam studi terbaru, para peneliti mengeksplorasi bagaimana dosis yang berbeda memengaruhi risiko ini.

Individu yang terlibat dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di fasilitas kesehatan mental Mass General Brigham, Rumah Sakit McLean, karena psikosis atau mania antara tahun 2005 dan 2019.

Baca juga: Dokter Sebut Hiperaktif Bisa Diwariskan dari Orang Tua

Semua pasien berusia antara 16 dan 35 tahun, usia rata-rata timbulnya psikosis dan mania. Dari kasus-kasus ini, terdapat 1.374 kasus psikosis episode pertama.

Berdasarkan data kesehatan, para peneliti melakukan analisis komparatif penggunaan stimulan selama sebulan terakhir dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti penggunaan zat.

Pendekatan ini membantu mereka memisahkan efek stimulan pada kondisi pasien.

Temuan yang diterbitkan dalam American Journal of Psychiatry menunjukkan bahwa individu yang menggunakan amfetamin resep dalam sebulan terakhir lebih mungkin mengalami psikosis atau mania baru dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakannya.

Baca juga: Manfaat ikan salmon, tingkatkan kesehatan jantung hingga cegah ADHD

Risiko tertinggi ditemukan pada individu yang mengonsumsi 30 mg atau lebih dekstroamfetamin, yang setara dengan 40 mg adderall.

Sementara risiko psikosis pada peserta yang terpapar amfetamin resep ditemukan sebesar 63 persen, penggunaan amfetamin dosis tinggi dikaitkan dengan risiko sebesar 81 persen.

Ini berarti bahwa di antara mereka yang menggunakan amfetamin, 81 persen kasus psikosis atau mania dapat dihindari jika dosis tinggi tidak digunakan.

Baca juga: Video game sebagai “obat digital” untuk anak berkebutuhan khusus

“Obat stimulan tidak memiliki batas dosis atas pada labelnya, dan hasil kami menunjukkan bahwa dosis merupakan faktor risiko psikosis dan harus menjadi pertimbangan utama saat meresepkan stimulan. Ini adalah efek samping yang jarang terjadi tetapi serius yang harus dipantau oleh pasien dan dokter mereka setiap kali obat ini diresepkan,” kata penulis utama studi Dr. Lauren Moran dalam siaran pers.

Studi ini tidak membuktikan bahwa stimulan secara langsung menyebabkan psikosis, tetapi peneliti menduga mungkin ada hubungan biologis antara keduanya.

Ini mungkin karena stimulan seperti amfetamin meningkatkan kadar dopamin di otak, dan perubahan dopamin ini serupa dengan yang terjadi pada psikosis.

Baca juga: Peneliti kembangkan AI untuk deteksi dini risiko psikosis

Penerjemah: Putri Hanifa
Editor: Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024

ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press

Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button