IDI: BPA ancaman kesehatan, bukan masalah persaingan usaha
Jakarta (ANTARA) – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) menyatakan bahaya paparan Bisphenol A (BPA) pada wadah kemasan makanan sudah menjadi ancaman bagi kesehatan manusia dan bukan sekadar persoalan persaingan usaha.
“Kalau kita bilang BPA itu bermasalah, itu faktanya. Semua negara, tidak hanya Indonesia, menyampaikan hal ini, kata Sekjen PB IDI Dr Ulul Albab, SpOG dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Dalam talkshow yang digelar di Jakarta, Rabu (30/10), Ulul menyatakan tidak ada pihak yang mengaitkan persoalan BPA dengan kepentingan bisnis. Persoalan ini jangan sampai disalahartikan seperti isu COVID-19 beberapa waktu lalu.
“Dulu, ketika ada COVID-19 dan banyak orang meninggal, isu COVID-19 diubah menjadi berbagai isu. Pemahaman baru yang dianggap mengganggu stabilitas biasanya akan ditanggapi dengan upaya diversi seperti itu,” ujarnya.
Baca juga: Pengaruh BPA terhadap Kemandulan dan Kelahiran Prematur
Baca juga: Masyarakat diimbau tidak khawatir isu BPA berdampak pada kesehatan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kata dia, terkait hal tersebut sudah membuat aturan pemberian label peringatan bahaya BPA pada galon kemasan polikarbonat, meski belum mengeluarkan larangan BPA secara menyeluruh.
BPOM juga telah menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
“Karena sifatnya distruktor hormonal maka BPA bisa mempengaruhi segalanya, baik pria maupun wanita. “Bahkan laki-laki dan perempuan bisa mandul atau tidak punya anak (mandul),” ujarnya.
IDI sendiri menyatakan akan mendukung peraturan ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat untuk lebih peduli tidak hanya pada jenis makanannya, tetapi juga cara makanan yang dikonsumsi dikemas atau ditampung.
“Kewajiban kita bagaimana memberikan informasi yang benar. Kalau berbahaya, katakan berbahaya, tanpa harus ditutup-tutupi,” ujarnya.
Pakar Polimer Universitas Indonesia Prof Dr Mochamad Chalid, SSi, MSc.Eng menambahkan, proses pendistribusian dan cara pengolahan kemasan polikarbonat sangat mempengaruhi proses pencemaran senyawa BPA dari kemasan polikarbonat ke dalam produk air minum.
“Ibarat polimer itu ibarat untaian kalung. Salah satu mata rantai kalung itu ada BPA. Kalau dipakai kemungkinan besar talinya lepas sehingga menimbulkan masalah,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan, banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko pembusukan (leaching) BPA pada kemasan polikarbonat ke dalam air minum di dalamnya.
Misalnya paparan sinar matahari saat proses distribusi, suhu tinggi, dan proses pencucian terus menerus yang tidak tepat, kemudian digunakan kembali.
Baca juga: ITB Sebut Penelitiannya Buktikan Migrasi Galon Polikarbonat BPA Masih Aman
Baca juga: Kemenperin buktikan galon polikarbonat aman digunakan untuk AMDK
Reporter: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred