Kementerian Kesehatan menekankan pentingnya literasi media sosial bagi kesehatan mental
Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan pentingnya masyarakat melek huruf dan menyaring informasi di media sosial agar kesehatan mental tetap terjaga.
“Menurut saya, informasi yang kita miliki saat ini sudah terlalu banyak. Kita sebenarnya harus melek huruf dan memfilter informasi mana yang perlu kita dapatkan, karena di media sosial bermacam-macam,” kata Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan. Kemenkes) Imran Pambudi kepada media di Jakarta, Jumat .
Imran mengatakan, media sosial diidentifikasi sebagai salah satu pemicu masalah kesehatan mental.
Menurutnya, tidak sedikit orang yang mengalami stres akibat gaya hidup mewah atau prestasi yang sering dipamerkan di media sosial.
Baca juga: Kemenkes Sebut Empat Kunci Jaga Kesehatan Mental di Tempat Kerja
Baca juga: Kemenkes Ajak Remaja Bicarakan Kesehatan Mental untuk Cegah Bunuh Diri
Faktanya, tidak semua yang ada di media sosial adalah fakta atau kenyataan, sehingga masyarakat perlu melek huruf dan memverifikasi kondisi sosial yang ada.
Selain itu, pemicu masalah kesehatan mental lainnya adalah faktor keuangan masyarakat secara umum yang dinilai semakin menurun.
Oleh karena itu, ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak membandingkan kondisi keuangan atau kesejahteraannya dengan orang lain.
“Orang mudah terpicu dengan prestasi orang lain ya. Jadi untuk hal seperti ini, saya kira literasi untuk menyaring informasi itu penting, agar kita tidak stres dan sehat mental,” ujarnya.
Lebih lanjut Imran mengatakan Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya komprehensif meliputi upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif dalam menangani permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia.
Upaya tersebut dilakukan terhadap orang tua dan anak, dimana orang tua dibekali dengan pola asuh yang positif sehingga dapat memberikan pengasuhan yang baik terhadap anaknya.
Secara umum, upaya ini menyasar para calon ibu agar bisa bahagia dan sehat secara mental.
Kemudian, upaya rehabilitasi cedera psikologis pada setiap kelompok masyarakat, di sekolah, perguruan tinggi, dan di tempat kerja.
“Jadi kalau ada yang merasa kurang baik-baik saja, mereka tahu harus bicara atau curhat dengan siapa. Bagaimana memberikan rasa nyaman terlebih dahulu agar masyarakat yang tadinya menjadi masalah tidak berkembang menjadi gangguan jiwa,” ujarnya. .
Baca juga: Wamenkes Sebut Adaptasi Penting untuk Jaga Kesehatan Mental Pelajar
Baca juga: Dokter Jelaskan Ciri-ciri dan Faktor Gangguan Kepribadian Narsistik
Baca juga: Psikiater menyarankan untuk tidak mendiagnosis penyakit mental sendiri
Reporter: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred