kesehatan

Penyebab dan cara mengurangi risiko kematian mendadak

Jakarta (ANTARA) – Aktris senior yang juga aktif sebagai dosen dan politikus, Marissa Haque, menghembuskan nafas terakhirnya di usia 61 tahun pada Rabu (2/10).

Kepergiannya yang tiba-tiba dan disebut-sebut tidak memiliki riwayat penyakit apa pun menimbulkan dugaan istri penyanyi Ikang Fawzi itu mengalami sindrom kematian mendadak atau yang dikenal dengan Sudden Death Syndrome (SDS).

Lantas, apa saja penyebab seseorang mengalami SDS?

Laman Healthline beberapa waktu lalu mengungkap hingga saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebab SDS.

Baca juga: Mengenal Sindrom Kematian Mendadak yang Diduga Dialami Marissa Haque

Namun, mutasi gen telah dikaitkan dengan banyak sindrom yang termasuk dalam SDS, namun tidak semua orang dengan SDS memiliki gen tersebut.

Ada kemungkinan bahwa gen lain terkait dengan SDS, tetapi gen tersebut belum teridentifikasi. Dan beberapa penyebab SDS tidak bersifat genetik.

Beberapa obat juga disebut dapat menimbulkan sindrom yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Misalnya saja sindrom long QT, yaitu kelainan konduksi listrik jantung yang dapat menyebabkan irama jantung cepat dan tidak teratur (aritmia).

Baca juga: Mengingat Marissa Haque yang Pergi Mendadak

Sindrom long QT ini bisa terjadi akibat penggunaan obat-obatan seperti antihistamin, dekongestan, antibiotik, diuretik, antidepresan, dan antipsikotik.

Selain faktor risiko tersebut, kondisi medis tertentu dapat meningkatkan risiko SDS, seperti gangguan bipolar. Lithium terkadang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar, obat ini dapat memicu gangguan irama jantung.

Kemudian, penyakit jantung, epilepsi, aritmia, dan kardiomiopati hipertrofik juga berisiko menyebabkan kematian mendadak pada seseorang.

Demikian pula, beberapa orang dengan SDS mungkin tidak menunjukkan gejala sampai mereka mulai mengonsumsi obat tertentu. Nantinya, SDS yang diinduksi obat mungkin muncul.

Baca juga: Soraya Haque: Belum ada tanda-tanda Marissa meninggal

Apa saja gejalanya?

Sayangnya, gejala atau tanda pertama SDS bisa berupa kematian mendadak dan tidak terduga.

Namun SDS dapat menimbulkan tanda-tanda peringatan seperti nyeri dada terutama saat berolahraga, kehilangan kesadaran, kesulitan bernapas, pusing, jantung berdebar-debar atau rasa berdebar-debar, serta pingsan tanpa sebab yang jelas, terutama saat berolahraga.

Baca juga: Aktris yang Menjadi Akademisi Marissa Haque Meninggal

Bisakah itu dicegah?

Diagnosis dini merupakan langkah penting dalam mencegah episode fatal.

Jika terdapat riwayat keluarga SDS, dokter mungkin dapat menentukan apakah pasien juga menderita sindrom yang dapat menyebabkan kematian tidak terduga.

Jika demikian, pasien dapat melakukan langkah-langkah untuk mencegah kematian mendadak, misalnya menghindari obat-obatan yang memicu gejala, seperti antidepresan dan obat penghambat natrium.

Selain itu, segera berobat jika mengalami demam, berhati-hatilah berolahraga, lakukan tindakan kesehatan jantung yang baik, termasuk mengonsumsi makanan seimbang, dan rutin memeriksakan diri ke dokter atau dokter spesialis jantung.

Selain konsultasi rutin dengan dokter, disarankan juga untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kesehatan mental mengenai kesehatan dan kondisi mental.

Baca juga: Pentingnya Peralatan AED untuk Pertolongan Pertama untuk Mencegah Kematian Mendadak

Penerjemah: Pamela Sakina
Redaktur : Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024

ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press

Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button