Remaja tidak disarankan menikah dini, perlu mengenal 5 konsep diri
Jakarta (ANTARA) – Psikolog klinis anak dan remaja Reti Oktania M.Psi. mengatakan bahwa remaja tidak dianjurkan menikah pada usia dini karena perlu mengenal kelima konsep diri masing-masing, mulai dari kompetensi skolastik hingga perilaku sebagai bekal menuju masa dewasanya.
Mengapa remaja tidak dianjurkan menikah? Karena pada usia tersebut tugas mereka adalah mengembangkan konsep diri yang positif, kata Reti saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa malam.
Psikolog jebolan Universitas Indonesia ini menambahkan, remaja harus mengetahui kompetensi apa saja yang dimilikinya sehingga ada lima konsep diri (yang harus diketahui dan dikembangkan).
Baca juga: Pakar Ingatkan Remaja Pertimbangkan Cermat Sebelum Menikah Muda
Baca juga: Keluarga Berperan Penting dalam Upaya Cegah Pernikahan Dini
Terdapat lima konsep diri yang perlu diketahui dan dikembangkan oleh anak dan remaja untuk membantunya pada tahap dewasa selanjutnya, yaitu kompetensi skolastik, penerimaan sosial, kompetensi atletik, penampilan pribadi, dan perilaku.
“Saat remaja memasuki usia dewasa, mereka sudah siap untuk mempertanggungjawabkan pilihannya sendiri, termasuk dalam pernikahan, karena dibekali dengan lima konsep diri yang telah dilakukan sebelumnya,” ujarnya.
Di sisi lain, remaja yang menikah dini umumnya belum mengenali konsep diri dengan benar sehingga berdampak pada saat mereka menjadi orang tua.
“Otak depan manusia baru matang pada usia 24 atau 25 tahun, otak depan berfungsi sebagai pengambilan keputusan Untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab, makanya banyak orang tua yang belum siap, padahal sudah punya anak (salah satunya karena pernikahan dini), kata psikolog yang tergabung dalam Persatuan Konselor Menyusui Indonesia itu.
“Jika dia menikah (di usia dini), dia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk berolahraga atau bermain bersama teman-temannya karena langsung diberi tugas untuk menikah,” lanjutnya.
Ada dua faktor utama terjadinya pernikahan dini baik pada remaja maupun anak, yaitu masalah ekonomi dan kurangnya akses terhadap pendidikan. Di Indonesia, masih banyak terjadi kasus pernikahan dini terutama di daerah terpencil karena dua permasalahan utama di atas.
Oleh karena itu, Reti menilai perlu adanya kontribusi berbagai pihak untuk memutus mata rantai pernikahan dini di Indonesia. Mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga orang tua dalam memberikan akses pendidikan dan informasi yang dibutuhkan anak dan remaja untuk masa depan yang lebih baik.
“Pendidikan seksual dan kesiapan mental mereka untuk menikah juga perlu dijelaskan. Pemerintah juga perlu memperhatikan kesejahteraan ekonomi, pemerataan pendidikan dan akses informasi bagi masyarakat sehingga dapat memutus mata rantai pernikahan dini, kata salah satu pendiri The Little Wisdom.
Reti juga berpesan agar remaja dan anak-anak di Indonesia bisa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, tanpa perlu melakukan pernikahan dini. Dengan begitu, mereka bisa meraih masa depan yang lebih baik dan lebih mencintai diri sendiri.
“Remaja yang sangat aku sayangi, ketika kamu lahir ke dunia pasti ada maknanya, sebelum kamu besar nanti mari kita bersama-sama mencari jati diri, ‘apa arti diriku di dunia?,’ melalui pendidikan, sosialisasi dan pengambilan jaga dirimu agar “lebih mencintai diri sendiri dan terus berbuat baik kepada orang lain,” ucap Reti mengakhiri perbincangan.
Baca juga: Begini Cara Menyampaikan Pendidikan Seksual pada Anak
Baca juga: Sekolah dan Keluarga Harus Peka Terhadap Tekanan Mental Remaja
Baca juga: Psikolog: Keputusan Orang Tua Pengaruhi Pernikahan Dini
Wartawan: Vinny Shoffa Salma
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred