Resistensi antibiotik mempengaruhi produktivitas masyarakat
Jakarta (ANTARA) – Resistensi antibiotik kini menjadi tantangan serius dalam dunia kesehatan yang disebut sebagai “silent pandemi”, dan permasalahan ini tidak hanya berdampak pada kesehatan individu, tetapi juga berdampak luas pada produktivitas masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Departemen Hubungan Instansi Pemerintah PB IDI, Brigjen TNI Purn. dr. Dr Soroy Lardo, SpPD KPTI FINASIM yang juga menjelaskan, jika resistensi ini tidak segera diatasi maka angka kesakitan dan kematian akibat infeksi akan meningkat, serta mengganggu keseimbangan ekonomi dan sosial.
“Jadi kalau perjalanan penyakit infeksi yang resisten terhadap antibiotik ini tidak bisa diatasi, tentu produktivitas kerja masyarakat juga akan terganggu. Jadi kalau soal antibiotik, memang sudah mendunia. rencana aksiBegitulah cara kita memandang persoalan saat ini dan ke depan, kata dokter jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran itu dalam diskusi online di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kemenkes: 41 persen pengguna antibiotik oral mendapat obat tanpa resep
Untuk itu, menurutnya, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai sektor dan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), untuk menciptakan solusi berbasis data yang tepat sasaran.
Menghadapi ancaman resistensi antibiotik memerlukan strategi terpadu, salah satunya melalui pendekatan ‘One Health’ yang melibatkan sinergi antara manajemen kelembagaan, lapangan, lingkungan hidup, dan keinginan masyarakat.
Menurut Dokter Soroy, pencegahan merupakan langkah utama yang meliputi edukasi masyarakat, simulasi lapangan untuk mendeteksi risiko sejak dini, dan pengembangan program di tingkat desa.
Baca juga: Pakar kesehatan mengingatkan pentingnya mencegah resistensi antibiotik
Ia juga menekankan pentingnya membangun ekosistem kesehatan yang mendukung pengendalian resistensi antibiotik.
Tidak berhenti sampai di situ, organisasi profesi kesehatan mempunyai peran strategis sebagai jembatan sinergi antara kebijakan pemerintah dan implementasi di lapangan.
Selain itu, sumber daya manusia yang kompeten baik kuantitas maupun kualitas menjadi salah satu faktor pendukung suksesnya program tersebut.
Baca juga: Kemenkes: Konsumsi antibiotik dengan bijak untuk mencegah AMR
Resistensi antibiotik tidak hanya menjadi permasalahan saat ini, namun juga menjadi ancaman di masa depan sehingga memerlukan pendekatan berkelanjutan yang melibatkan semua pihak.
“Jadi mau tidak mau, dengan sumber daya manusia yang jumlahnya cukup banyak, ratusan ribu, ini bisa menjadi mitra strategis bagi kebijakan kesehatan negara terkait resistensi antibiotik. Dan kita juga harus melihat bahwa resistensi antibiotik memerlukan pendekatan multidisiplin. pendekatan dan orientasi terhadap kebijakan yang mengedepankan namanya strategi komunitas preventif“katanya.
Dengan upaya bersama, resistensi antibiotik dapat dikelola sehingga dampaknya terhadap masyarakat dapat diminimalkan, dan program pencegahan berbasis komunitas serta kolaborasi lintas sektor menjadi kunci menjaga stabilitas kesehatan masyarakat di masa depan.
Baca juga: Jika Menggunakan Antibiotik, Bisa Berakibat Fatal Bagi Tubuh Manusia
Baca juga: IDAI: Penggunaan antibiotik yang tidak tepat menyebabkan resistensi
Reporter: Putri Hanifa
Redaktur : Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred