Seberapa amankah operasi laparoskopi untuk mengobati GERD?
Jakarta (ANTARA) – Bedah laparoskopi merupakan prosedur minimal invasif yang hanya membutuhkan sayatan kecil untuk memasukkan kamera dan instrumen bedah khusus.
Metode ini dinilai aman untuk mengobati sejumlah masalah kesehatan termasuk GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) atau penyakit asam lambung.
“Laparoskopi untuk GERD merupakan pilihan yang sangat efektif bagi pasien yang tidak merespons pengobatan dengan baik,” kata dokter spesialis bedah pencernaan dr. Eko Priatno, SpB-KBD dalam keterangannya, Sabtu.
Baca juga: Pentingnya Menjaga Kesehatan Lambung di Tengah Tren Makanan yang Viral
Dengan teknik ini, katup antara lambung dan kerongkongan, yang merupakan penyebab utama refluks asam, dapat diperbaiki.
“Pasien biasanya dapat kembali beraktivitas normal dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan operasi konvensional,” katanya.
Gejala umum GERD meliputi nyeri ulu hati, regurgitasi asam, kesulitan menelan, batuk kronis, dan suara serak.
Baca juga: Beberapa Faktor yang Dapat Memperburuk Kondisi GERD
“Meskipun pengobatan dengan obat-obatan dapat mengurangi gejala, tidak semua pasien mendapatkan hasil yang memuaskan,” kata dr. Eko dari RS Bethsaida Gading Serpong.
Untuk kasus GERD yang tidak dapat diatasi dengan terapi medikamentosa, RS Bethsaida Gading Serpong menghadirkan solusi modern melalui tindakan bedah laparoskopi yang ditangani langsung oleh dr. Eko Priatno, Sp.B-KBD.
Beberapa keuntungan dari bedah laparoskopi dibandingkan bedah terbuka tradisional adalah pemulihan yang lebih cepat, risiko infeksi yang lebih rendah, dan nyeri pascaoperasi yang minimal.
Baca juga: Asam lambung naik? Atasi dengan 8 cara ini
Operasi laparoskopi untuk GERD biasanya direkomendasikan bagi pasien dengan gejala GERD kronis, di mana pasien mengalami gejala GERD parah dan berkepanjangan, yang tidak membaik dengan penggunaan obat-obatan.
Pasien dengan komplikasi GERD seperti esofagitis (radang esofagus), penyempitan esofagus, atau esofagus Barrett, yang berisiko terkena kanker esofagus, juga harus mencoba metode ini.
“Pasien yang harus terus-menerus menggunakan antasida atau penghambat pompa proton (PPI) untuk mengendalikan gejala, tetapi tetap tidak mendapat perbaikan signifikan, dan mereka yang mengalami efek samping dari pengobatan jangka panjang, yang mengurangi kualitas hidup, juga direkomendasikan,” katanya.
Baca juga: Perbedaan GERD dan Tukak Lambung, serta Cara Mengobatinya
Baca juga: Atasi Sakit Maag dengan Perbaiki Pola Hidup
Reporter: Ida Nurcahyani
Editor: Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred