Studi baru menunjukkan hubungan antara masalah tidur dan risiko demensia
Jakarta (ANTARA) – Studi baru dipublikasikan di jurnal Neurologi menunjukkan hubungan antara masalah tidur pada orang tua dan risiko demensia.
Sesuai hasil penelitian yang dikutip dalam siaran tersebut MD Web pada Jumat (8/11), lansia yang merasa sangat mengantuk di siang hari dan kurang semangat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari berisiko mengalami sindrom risiko motorik-kognitif (Risiko Kognitif Motorik/MCR), suatu kondisi yang dapat menyebabkan demensia.
Orang dengan sindrom MCR sering kali berjalan lambat dan melaporkan keluhan kognitif. Namun, dokter belum mendiagnosis mereka mengalami ketidakmampuan berjalan atau demensia.
Untuk memahami hubungan antara masalah tidur dan kondisi yang dapat menyebabkan demensia, para peneliti mengamati 445 orang dengan usia rata-rata 76 tahun yang tidak menderita demensia pada awal penelitian.
Mereka memberikan kuesioner untuk menilai pola tidur peserta penelitian, termasuk apakah mereka mengalami kesulitan tidur dalam waktu 30 menit, terbangun di tengah malam, atau perlu minum obat untuk tidur.
Untuk mengukur kantuk di siang hari, para peneliti bertanya kepada peserta seberapa sering mereka mengalami kesulitan untuk tetap terjaga saat mengemudi, makan, atau melakukan aktivitas sosial.
Peneliti juga mengukur tingkat semangat dan penurunan daya ingat peserta penelitian, seperti menanyakan seberapa keras peserta penelitian berusaha mempertahankan semangat dalam menyelesaikan tugas.
Selain itu, peneliti menilai kecepatan berjalan yang digunakan partisipan pekerjaan yg membosankan pada awal studi dan setiap tahun selama rata-rata tiga tahun.
Baca juga: Gangguan tidur dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia
Baca juga: Masalah Tidur di Usia Paruh Baya Terkait dengan Percepatan Penuaan
Hasil analisis peneliti menunjukkan bahwa 35,5 persen orang yang mengalami rasa kantuk berlebihan di siang hari dan kurang semangat menderita sindrom MCR dan 6,7 persen tidak mengalami kondisi tersebut.
Bahkan setelah disesuaikan dengan faktor risiko seperti usia dan depresi, para peneliti menemukan bahwa orang yang mengalami rasa kantuk berlebihan di siang hari dan kurang antusias memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar terkena sindrom MCR dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki masalah tidur tersebut.
“Temuan kami menekankan perlunya skrining terhadap masalah tidur,” kata Victoire Leroy, MD, PhD. dari Albert Einstein College of Medicine di New York sebagai penulis hasil penelitian.
“Tidak menutup kemungkinan masyarakat bisa mendapatkan bantuan untuk mengatasi masalah tidurnya dan mencegah penurunan kognitif di kemudian hari,” ujarnya dalam siaran pers.
Para peneliti mengatakan, hasil penelitiannya tidak membuktikan bahwa masalah tidur menyebabkan sindrom MCR, hanya menunjukkan hubungan keduanya.
Leroy mengatakan, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menjelaskan mekanisme yang menghubungkan gangguan tidur dengan sindrom risiko motorik-kognitif dan penurunan kognitif.
Baca juga: Cegah demensia sejak muda agar bisa menua dengan baik
Baca juga: Tanda-tanda Insomnia Kronis dan Cara Mengatasinya
Penerjemah: Vinny Shoffa Salma
Redaktur: Maryati
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred