Studi menunjukkan bahwa penderita ADHD lebih rentan terhadap perilaku berisiko
Jakarta (ANTARA) – Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam belajar, fokus, dan berperilaku.
Dikutip dari The Hindustan Times, Sabtu, gejala umum ADHD antara lain rentang perhatian yang pendek, kegelisahan, hiperaktif, agresi, kecemasan, dan pengulangan kata. Gangguan ini bisa terjadi pada usia berapa pun.
Namun, penelitian terbaru yang diterbitkan di BMC Psychiatry mengungkapkan bahwa wanita dengan ADHD lebih rentan melakukan perilaku berisiko dibandingkan pria.
Penelitian ini merupakan pengingat penting akan perlunya perawatan khusus gender untuk mengatasi kondisi ini secara efektif.
Baca juga: Terapi pijat taktil dapat membantu mengatasi gejala ADHD
Penelitian ini melibatkan 29 orang dewasa penderita ADHD (16 pria dan 13 wanita) dan 33 orang sehat (14 pria dan 19 wanita), semuanya berusia antara 18 dan 60 tahun.
Peserta diminta menyelesaikan versi modifikasi dari Balloon Analogue Risk Task (BART). Dalam tugas ini, mereka melihat balon yang mengembang secara otomatis di layar.
Semakin besar balonnya, semakin besar keuntungan finansialnya, namun dengan risiko balonnya meledak dan menimbulkan kerugian.
Baca juga: Kesibukan bantu kurangi keparahan gejala ADHD pada remaja
Selama tugas tersebut, para peneliti mengamati respons konduktansi kulit peserta untuk memahami perubahan psikologis akibat rangsangan emosional.
Peserta juga menjalani penilaian kompetensi emosional, persepsi risiko, dan kepekaan terhadap umpan balik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan ADHD cenderung lebih sering melakukan perilaku berisiko selama tugas BART dibandingkan pria.
Baca juga: Jenis-Jenis Gangguan Jiwa, Termasuk Skizofrenia dan Bipolar
Namun, tidak ada perbedaan spesifik yang ditemukan mengenai perubahan psikologis yang diukur melalui respons konduktansi kulit.
Selain itu, dalam kuesioner penilaian diri, ditemukan bahwa wanita dengan ADHD memiliki sensitivitas yang lebih rendah terhadap perilaku berisiko mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahayanya ketidakwaspadaan terhadap persepsi dan kecenderungan mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya memberikan pengobatan spesifik gender untuk mengobati ADHD secara efektif baik pada pria maupun wanita.
Baca juga: Wanita dengan pasangan ADHD berisiko mengalami depresi
Baca juga: Obat ADHD dosis tinggi dikaitkan dengan risiko psikosis
Penerjemah: Putri Hanifa
Redaktur : Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024
ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press
Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred