kesehatan

Malnutrisi dapat berdampak negatif terhadap kesehatan jika tidak diobati.

Jakarta (ANTARA) – Dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia Dr. dr. Luciana B. Sutanto, MS, SpGK(K) mengatakan, kekurangan gizi dapat berdampak pada kesehatan jika tidak ditangani.

“Jika gizi buruk tidak dikenali dan tidak ditangani, maka dapat memperburuk kondisi kesehatan terutama pada kelompok berisiko seperti lansia, penderita penyakit kronis, dan penderita infeksi,” kata Luciana dalam diskusi Pekan Peduli Gizi Buruk 2024 yang digelar di Jakarta, Selasa.

Malnutrisi mencakup kondisi kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan dalam asupan energi dan/atau zat gizi.

Menurut informasi yang dipublikasikan di situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia, kondisi kekurangan gizi meliputi: pengerdilan (tinggi badan rendah untuk usianya), menyia nyiakan (berat badan rendah untuk tinggi badannya), kekurangan berat badan (berat badan rendah menurut usianya), dan kekurangan atau insuffisiensi mikronutrien (kekurangan vitamin dan mineral esensial).

Sementara itu, kondisi gizi lebih meliputi kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak menular yang terkait dengan pola makan seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan kanker.

“Malnutrisi tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik dan meningkatkan risiko kematian, tetapi juga memiliki konsekuensi ekonomi yang signifikan, seperti meningkatnya biaya rawat inap dan rehabilitasi,” kata Luciana, yang menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Gizi Indonesia.

Baca juga: Malnutrisi bisa terjadi pada orang kurus dan gemuk

Baca juga: KFI: Indonesia hadapi tiga beban kekurangan gizi

Luciana mengatakan bahwa kekurangan gizi, terutama pada anak-anak dan ibu hamil, merupakan masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia.

Laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan angka prevalensi stunting nasional pada tahun 2023 akan mencapai 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari 21,6 persen pada tahun 2022.

Selain itu menurut hasil penelitian Pusat Studi Kebijakan Indonesia (CIPS) menyebutkan, sebanyak 21 juta warga negara atau sekitar tujuh persen penduduk Indonesia mengalami kekurangan gizi, dengan asupan kalori per kapita harian di bawah standar Kementerian Kesehatan sebesar 2.100 kkal.

Luciana mengatakan, penyebab utama gizi buruk di Indonesia antara lain kemiskinan, minimnya akses terhadap pangan bergizi, rendahnya pengetahuan tentang gizi, serta pelayanan kesehatan yang belum merata.

Dalam upaya penanggulangan gizi buruk, diselenggarakan kegiatan Pekan Peduli Gizi Buruk untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap dampak gizi buruk terhadap kesehatan dan upaya pencegahannya.

Pekan Kesadaran Malnutrisi 2024 akan diadakan dari tanggal 16 hingga 20 September dan mencakup kegiatan pendidikan tentang pencegahan dan pengendalian malnutrisi.

Luciana menekankan pentingnya pencegahan kekurangan gizi sedini mungkin dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda-tanda kekurangan gizi.

Malnutrisi ditandai dengan berat badan rendah, lengan dan kaki kurus, kelelahan terus-menerus, pingsan, mudah tersinggung, rambut rontok, suhu tubuh rendah, terus-menerus merasa kedinginan, serta detak jantung dan tekanan darah rendah.

Sementara itu, orang yang kelebihan gizi dapat mengalami gejala seperti kelebihan berat badan, tekanan darah tinggi, dan resistensi insulin.

Luciana juga menyampaikan, diperlukan kolaborasi lintas sektor dalam upaya meningkatkan pemahaman masyarakat terkait penerapan pola makan gizi seimbang guna mencegah terjadinya gizi buruk.
Bahasa Indonesia:

Baca juga: Guru Besar UGM kembangkan alat deteksi gizi buruk

Baca juga: Ahli Gizi: Satu dari Lima Pasien Kanker Meninggal Akibat Malnutrisi

Reporter: Adimas Raditya Fahky P
Redaktur : Maryati
Hak Cipta © ANTARA 2024

ditulis oleh Nusarina Buchori
the jakarta press

Anda dapat mengirimkan berita di https://t.me/trackred

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button